Perkembangan Tabel periodik
Pada
abad kesembilan belas, ketika para kimiawan masih samar-samar dalam memahami
gagasan tentang atom dan molekul, dan belum mengetahui adanya elektron dan
proton, mereka menyusun tabel periodik dengan menggunakan pengetahuannya
tentang massa atom. Penyusunan unsur-unsur menurut massa atomnya dalam tabel
periodik tampak logis bagi para kimiawan yang berpendapat bahwa perilaku kimia
bagaimanapun juga harus berhubungan dengan massa atom. (Chang: 2004)
Pada
tahun 1864 kimiawan Inggris John Newlands memperhatikan bahwa jika unsur-unsur
yang telah dikenal pada waktu itu disusun menurut massa atom, maka setiap unsur
kedelapan memiliki sifat-sifat yang mirip. Newlands menyebutkan hubungan yang
istimewa ini sebagai hukum oktaf.
Tetapi, “hukum” ini tidak cocok untuk unsur-unsur setelah kalsium, dan karya
Newlands tidak diterima oleh masyarakat ilmiah.(Chang: 2004)
Lima
tahun kemudian kimiawan Rusia Dmitri Mendeleev dan kimiawan Jerman Lothar Meyer
secara terpisah mengusulkan penyusunan tabulasi unsur-unsur lebih luas
berdasarkan keteraturannya, sifat yang berulang secara periodik. Pengolongan
yang disusun oleh mendeleev lebih baik dibandingkan yang disusun oleh Newlands
karena disebabkan dua hal. Pertama, ia menggolongkan unsur-unsur yang lebih
tepat menurut sifat-sifatnya. Selain itu yang sama pentingnya yaitu adanya
kemungkinan meramal sifat-sifat beberapa unsur yang belum ditemukan. Dengan
menggunakan data dari percobaan hamburan sinar α Rutherford dapat memperkirakan
jumlah muatan positif dalam inti untuk beberapa unsur, tetapi sampai tahun 1913
tidak terdapat cara umum untuk menentukan nomor atom. Pada tahun yang sama,
seorang ilmuwan Inggris, Henry Moseley menemukan keterkaitan antara nomor dan
frekuensi sinar-x yang dihasilkan dari penembakan unsur yang sedang dikaji
dengan elektron berenergi tinggi. Dengan sedikit pengecualian, Moseley
menemukan bahwa kenaikan nomor atom sama dengan urutan kenaikan massa
atom.(Chang: 2004)
Tabel
periodik modern biasanya menampilkan nomor atom bersama dengan lambang
unsurnya. Konfigurasi elektron untuk membantu menjelaskan munculnya sifat-sifat
fisika dan kimia. Kegunaan dan pentingnya tabel perodik terletak pada fakta
bahwa kita dapat menggunakan pemahaman tentang sifat-sifat umum dan
kecenderungan dalam golongan atau periode untuk meramalkan sifat-sifat unsur
apa pun dengan cukup tepat, walaupun unsur itu tidak kita kenal dengan baik.
(Chang: 2004)
Penggolongan Periodik
Unsur-unsur
Menurut jenis sub-kulit yang terisi,
unsur-unsur dapat dibagi menjadi beberapa golongan yaitu unsur utama, gas
mulia, unsur transisi (atau logam transisi), lantanida, dan aktinida. Unsur-unsur
utama adalah unsur-unsur dalam golongan 1A hingga 7A, yang semuanya memiliki
subkulit s atau p dengan bilangan kuantum utama tertinggi yang belum terisi penuh.
Dengan pengecualian pada helium, seluruh gas mulia unsur-unsur golongan 8A mempunyai subkulit p yang terisi penuh. Logam transisi adalah unsur-unsur dalam
golongan 1B dan 3B hingga 8B, yang mempunyai subkulit d yang tidak terisi penuh atau mudah menghasilkan kation dengan
subkulit d yang tidak terisi penuh.
Elaktron terluar suatu atom, yang terlibat dalam ikatan kimia sering disebut
elektron valensi (Valence electron).
(Chang: 2004)
Hubungan Konfigurasi
Elektron dengan Sistem Periodik
Konfigurasi elektron sangat erat hubungannya dengan system
periodik unsur. Seperti telah kalian ketahui bahwa sifat-sifat unsur sangat
tergantung pada jumlah elektron valensinya. Jika jumlah elektron luar yang
mengisi orbital dalam subkulit sama dengan bilangan kuantum utama (n), maka
atom unsur tersebut pasti terletak pada golongan yang sama (selain yang
berbentuk ion). Sedangkan nilai n (bilangan kuantum utama) yang terbesar
menunjuk nomor periode unsur tersebut dalam sistem periodik unsur (Chang :2004).
Sifat-sifat
keperiodikan
Sistem
periodik unsur disusun dengan memperhatikan sifat-sifat unsur, yang meliputi
jari-jari atom, energi ionisasi, afinitas elektron, dan keelektronegatifan
unsur-unsur dalam sistem periodik unsur.
1.
Jari-jari
Atom
Jari-jari
atom merupakan jarak dari pusat atom (inti atom) sampai kulit elektron terluar
yang ditempati elektron. Panjang pendeknya jari-jari atom ditentukan oleh dua
faktor, yaitu :
a. Jumlah
kulit elektron
Makin
banyak jumlah kulit yang dimiliki oleh suatu atom, maka jari-jari atomnya makin
panjang.
b. Muatan
inti atom
Bila jumlah kulit dari dua atom sama banyak,
maka yang berpengaruh terhadap panjangnya jari-jari atom adalah muatan inti
atom.
2.
Energi
Ionisasi
Energi
ionisasi adalah energi yang diperlukan untuk mengeluarkan elektron valensi dari
suatu atom atau ion dalam wujud gas. Nilai energi ionisasi bergantung pada
jarak elektron valensi terhadap inti atom. Makin jauh jarak elektron valensi
terhadap inti atom, makin lemah tarikan inti terhadap elektron sehingga energi
ionisasi makin kecil. Pada periode yang sama, dari kiri ke kanan jari-jari atom
relatif tetap, tetapi jumlah proton bertambah. Hal ini menyebabkan tarikan inti
terhadap elektron valensi makin besar, sehingga energi ionisasi makin besar.
Untuk unsur-unsur satu golongan, dari atas ke bawah, jari-jari atom bertambah
secara tajam dengan bertambahnya kulit elektron (orbital). Dengan demikian,
dapat dipahami bahwa secara umum energi ionisasi menurun dengan bertambahnya
nomor atom (Chang:2004).
3.
Afinitas
Elektron
Afinitas elektron adalah besarnya energi yang
dibebaskan satu atom netral dalam wujud gas pada waktu menerima satu elektron
sehingga terbentuk ion negatif. Energi ionisasi selalu ditekankan pada pembentukan
ion positif. Afinitas elektron ditekankan pada ion negatif, dan keduanya banyak
dipakai untuk unsur-unsur pada golongan 6 dan 7 pada tabel periodik. Afinitas
elektron merupakan salah satu sifat keperiodikan unsur. Afinitas elektron
adalah energi yang dilepaskan oleh suatu atom (dalam wujud gas) ketika
menangkap satu elektron membentuk ion negatif. Karena energi dilepas, maka
harga afinitas elektron diberi tanda minus (Brady: 1999).
4.
Keelektronegatifan
Keelektronegatifan adalah
kemampuan atau kecenderungan suatu atom untuk menangkap atau menarik elektron
dari atom lain. Misalnya, fluorin memiliki kecenderungan menarik elektron lebih
kuat daripada hidrogen. Jadi, dapat disimpulkan bahwa keelektronegatifan
fluorin lebih besar daripada hidrogen. Konsep keelektronegatifan ini pertama
kali diajukan oleh Linus Pauling (1901 – 1994) pada tahun 1932. Unsur-unsur
yang segolongan, keelektronegatifan makin ke bawah makin kecil sebab gaya tarik
inti makin lemah. Sedangkan unsur-unsur yang seperiode, keelektronegatifan
makin ke kanan makin besar. Akan tetapi perlu diingat bahwa golongan VIIIA
tidak mempunyai keelektronegatifan. Hal ini karena sudah memiliki 8 elektron di
kulit terluar. Jadi keelektronegatifan terbesar berada pada golongan VIIA.
(Chang:2004).







0 komentar:
Posting Komentar